Jumat, 1 Februari
2013. Dari Jakarta pkl. 10.50 wib, perjalanan dimulai menuju Balikpapan.
Ini adalah kali pertama saya pergi ke Balikpapan, kali
pertama juga saya ikut kegiatan Pelkat GP GPIB tingkat Sinodal bernama Aksi
Bakti Sosial & Pemberdayaan (ABSP) untuk tahun ini, yang diadakan di
Samarinda. Jadi, karena tiadanya pesawat yang berangkat dari Jakarta langsung
ke Samarinda, maka harus lewat bandara Sepinggan di Balikpapan dulu, baru lewat
jalan darat menuju Samarinda. Kegiatan ini berlangsung dari hari Sabtu 2
Februari hingga Sabtu 9 Februari 2013. Saya adalah perwakilan dari GPIB Karunia
Ciputat mupel Banten yang ikut ABSP ini. Kegiatan ini merupakan kegiatan sosialisasi
masyarakat yang berfokus pada masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan,
juga kepada jemaat GPIB yang berada di pos-pos pelkes (pelayanan dan kesaksian)
tertentu, dan membantu meringankan beban hidup masyarakat dan jemaat-jemaat
tersebut dengan tugas pengadaan sanitasi air bersih, pembersihan lahan kering
dan lahan basah, penanaman bibit unggul, dan kegiatan live in atau tinggal di rumah penduduk atau anggota jemaat setempat
serta kegiatan sosial lainnya. Tujuan kegiatan ini sejalan dengan rencana
jangka panjang GPIB bersama Unit Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (UP2M) yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya jemaat
GPIB yang berada di pos-pos pelkes di daerah-daerah terpencil tertentu dan
membantu mengembangkan gereja pos-pos pelkes di wilayah GPIB menjadi gereja
mandiri. Kegiatan ini juga masuk dalam program kerja Dewan GP bersama Majelis
Sinode GPIB yang melibatkan unsur-unsur Pelkat GP di seluruh wilayah GPIB. Kali
ini kegiatan dilakukan di Samarinda (setelah sebelumnya di Bangka, Prov.
Bangka-Belitung mupel Babel tahun 2012) tepatnya di dua pos pelkes: Pos Pelkes “Petra” (lokasi lahan Gaharu, Jl. Poros Samarinda-Bontang
KM. 49, Desa Sukadamai-Perangat, Kec. Muara Badak, Kab. Kutai Kartanegara,
wilayah pelayanan GPIB Sola Gratia, Marang Kayu), dan satu
lagi di Pos Pelkes “Getsemani” (lokasi lahan Desa Tepian Indah KM. 106. Kec.
Bengalon, Kab. Kutai Timur, wilayah pelayanan GPIB Pelita Kasih, Sangatta).
Saya di Bandara Soekarno-Hatta
bertemu dengan beberapa teman GP yang berangkat satu pesawat dengan saya menuju
Bandara Sepinggan di Balikpapan. Mereka antara lain berasal dari GPIB Paulus
Jakarta, Bukit Moria Jakarta, Ekklesia Jakarta, Jatipon Bekasi, dan Galilea
Bekasi (total kami berjumlah sebelas orang). Berangkat menggunakan pesawat
Citilink, dalam waktu satu setengah jam kami pun tiba di Balikpapan pkl. 13.20
wita (perbedaan waktu antara Jakarta dan Balikpapan adalah satu jam lebih cepat
di Jakarta). Di bandara Sepinggan kami pun disambut oleh tim panitia tuan rumah
bersama dua orang perwakilan Dewan GP, Erino Theopani dan Rudolf Haurissa (yang
kelak menemani satu minggu kegiatan ABSP hingga berakhirnya nanti).
Dari bandara kami pun berangkat
menuju GPIB Immanuel Balikpapan yang ditempuh kurang lebih 20 menit. Dan kami
disambut lagi oleh Ketua Majelis Jemaat (KMJ)-nya Pdt. Marthen Leiwakabessy
bersama rombongan peserta ABSP yang sudah lebih dulu tiba, antara lain
rekan-rekan GP dari GPIB Marga Mulyo Yogyakarta, Filadelfia Bintaro, serta
tentu tuan rumah Immanuel Balikpapan beserta beberapa rekan GP dari GPIB lain
yang ada di Balikpapan. Kami disambut dengan makanan dan minuman yang sudah
disediakan oleh keluarga Pdt. Marthen. Sambil rehat makan siang kami menunggu
acara penyambutan peserta ABSP di malam harinya. Dan untuk istirahat malam kami
ditempatkan di lantai dua gedung serba guna sebelah gedung gereja, di ruang
rapat (untuk peserta laki-laki) dan di ruang pendeta (untuk peserta perempuan).
Pada saat makan malam, dua teman GP
dari GPIB Maranatha Banjarmasin dan GPIB Sion Koba (Babel) sudah hadir menyusul
kami makan malam bersama. Setelah selesai makan malam, saling mengobrol
sebentar lalu lanjut ke acara penyambutan peserta ABSP oleh tuan rumah dengan
tema “malam keakraban (makrab)”. Kami berkumpul di ruang rapat. Kami diajak
saling mengenal satu sama lain dengan cara bergantian memperkenalkan diri dan
dari GPIB mana (peserta sampai pada Jumat mala mini yang berkumpul di makrab
berjumlah 36 orang). Sebelumnya, Bung Oweth, sapaan akrab Rudolf Haurissa,
perwakilan Dewan GP, menyampaikan secara singkat kerangka kegiatan untuk ABSP
yang akan dimulai esok harinya (Sabtu 2 Februari 2013). Selain Bung Oweth, perwakilan Dewan
GP lainnya yang hadir adalah Erino Theopani atau biasa dipanggil Bung Rino.
Mereka berdua inilah yang kelak menemani kami para peserta ber-ABSP selama
seminggu penuh. Sedangkan pengurus Dewan GP lainnya berhalangan hadir di ABSP
kali ini karena kegiatan pelayanan dan pekerjaan masing-masing di Jakarta
(salah satunya kegiatan pelayanan pembinaan GP GPIB Bina Kepemimpinan se-mupel
Banten di Cinangka, 2 Februari 2013).
Setelah selesai penyampaian kerangka
kegiatan ABSP oleh Bung Oweth dan perkenalan diri, kami diajak bermain game “gombal-gembel”, game saling melempar rayuan gombal
kepada salah satu peserta yang jadi target. Kami para peserta sangat antusias
bermain game ini sehingga suasana
keakraban semakin terasa.
Setelah hampir satu setengah jam
kami mengikuti makrab dan game, Bung
Oweth menutup makrab ini dengan menyampaikan rasa syukur dan terima kasih
mewakili Dewan GP, panitia dan peserta ABSP atas kesediaan tuan rumah GPIB
Immanuel Balikpapan yang sudah menyediakan tempatnya untuk kami para peserta
ABSP menginap untuk semalam sebelum akhirnya kami benar-benar berangkat dari
Balikpapan menuju Samarinda esok paginya.
Dan setelah itu kami berfoto bersama
sebelum kami tidur.
Sabtu,
2 Februari 2013
Hari pertama ABSP dimulai.
Pagi harinya kami menyambut
kedatangan beberapa rekan GP yang baru sampai dari Bandara Sepinggan untuk
bergabung dengan kami mengikuti ABSP ini. Perjalanan dimulai dari GPIB Immanuel
Balikpapan pkl. 12.45 wita menuju lokasi meeting
point GPIB Immanuel Samarinda, tiba di lokasi pkl. 14.40 wita (perjalanan
darat dua jam), langsung registrasi ulang di tempat dengan memberikan surat
tugas dari gereja masing-masing dan bukti transfer kontribusi. Kami disambut
tim panitia lokal, KMJ-nya Pdt. Abraham Supriyono,dan beberapa peserta ABSP
lain yang lebih dulu tiba di gereja Immanuel Samarinda. Setelah registrasi
ulang, kami disambut oleh pihak tuan rumah dengan santapan makan siang yang
tersedia.
Setelah itu kami memulai ibadah
pembuka ABSP di gereja tersebut pada pkl. 15.30 wita, di pimpin oleh Pendeta
Jemaat (PJ) GPIB Immanuel Samarinda, Pdt. Dinka Nehemia Utomo, yang saat ini
bertugas melayani di Pos Pelkes Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Firman yang diambil untuk bahan renungan para peserta ABSP adalah dari 1
Timotius 4: 12-16, di mana inti Firman dari khotbah ini adalah tentang
bagaimana para pemuda Kristen memanfaatkan bakat atau talenta yang Tuhan
berikan untuk menjadi seorang pemimpin di kehidupan bermasyarakat. Di ibadah
ini juga diisi persembahan pujian dari Paduan Suara (PS) GP GPIB Immanuel
Samarinda (di mana tiga dari delapan anggotanya merupakan alumni pembinaan GP
Bina Kepemimpinan atau BK dari wilayah II di Bandung tahun 2012 lalu) berjudul “Ain’t
Go Time To Die”. Setelah ibadah selesai, ada sambutan oleh KMJ Pdt. Abraham S.,
dilanjutkan pengarahan singkat pengerjaan pertama untuk peserta ABSP oleh ketua
panitia umum ABSP Sdr. Donald Salakory (GPIB Bukit Moria Jakarta) atau biasa
dipanggil Donda. Dilanjutkan pembagian selimut untuk tidur dan kaos gratis
warna abu-abu bertuliskan “ABSP 2013” untuk dipakai kerja para peserta ABSP.
Lalu menjelang berangkat ke lokasi pertama pos pelkes, kami tak lupa berfoto
bersama. Di luar halaman gereja sudah terparkir dua tronton untuk para peserta
laki-laki gunakan dan satu mini bus untuk peserta perempuan serta satu truk
khusus untuk menampung barang-barang peserta seperti tas, ransel, keril, koper,
dll.
Pukul. 16.45 wita perjalanan dimulai
dari GPIB Immanuel Samarinda menuju lokasi pos pelkes pertama, lahan Gaharu
kepunyaan jemaat Pos Pelkes GPIB “Petra” di Perangat. Perjalanan ditempuh
kurang lebih dua jam. Selama perjalanan, saya yang berada di tronton satu,
bersama sebagian rekan GP antar GPIB tak henti-henti bernyanyi demi mengusir
rasa bosan, mual dan kantuk karena perjalanan jauh dan naik-turun jalanan
berbukit, sekaligus memulai keakraban sesama rekan GP. Tak terasa pkl. 18.30
wita kami akhirnya tiba di lokasi, disambut langsung oleh tim panitia lokal pos
pelkes. Lalu setelah semua berkumpul dan menggandeng barang masing-masing, kami
didata untuk menempati dua tenda yang disediakan untuk peserta laki-laki dan
satu ruangan khusus untuk peserta perempuan (yang ruangannya persis di bawah
rumah kecil atau jemaat setempat menyebutnya mini villa). Lokasi antara dua
tenda ini berjarak 50 meter dan akses menuju tenda satu ke tenda lain harus
melalui jalan tanjakan berpasir dan berlumpur. Saya dan teman-teman GP yang
sudah didata ditempatkan di tenda satu yang berdekatan dengan titik kumpul
peserta dan persis di sebelah ruang tidur peserta perempuan. Sedangkan tenda
dua berada di atas bukit yang jaraknya tetap 50 meter dan berada persis di
dekat pemberhentian kendaraan.
Selama kami ber-ABSP, banyak pendeta dan para
penatua/diaken dari berbagai GPIB yang turut terlibat di kegiatan ini. Ada Pdt. Ronald Marbun (KMJ GPIB Immanuel Belinyu, Babel), Pnt. Yohanes Kasto
(anggota Departemen Pelkes GPIB, Ketua III [sementara] GPIB Effatha, Jakarta
Selatan), Pnt. Okta Rumpak dari GPIB Zebaoth Bogor, Pnt. James Umbohrawung dari
GPIB Immanuel Samarinda, Pdt. Deva Handono (KMJ GPIB Eben Haezer Samarinda), Pnt.
Thompson Laluyan dari GPIB Bahtera Kasih Makassar, KMJ GPIB Anugerah Jakarta
Pdt. Simon Raprap dan KMJ GPIB Sola Gratia Marang Kayu Pdt. Deasy
Wattimena-Kalalodan, serta beberapa pengurus GPIB lainnya.
Setelah pembagian tenda, tim panitia lokal menyediakan kue
dan minuman untuk melepas dahaga dan mengganjal lapar akibat perjalanan jauh,
sebelum akhirnya dilanjutkan makan malam bersama. Setelah makan malam, ada
penjelasan singkat oleh tim panitia mengenai situasi kondisi lahan Gaharu, briefing tugas pertama esok harinya,
serta petunjuk area tempat mandi, toilet dan dapur terbuka, yang semuanya
dibuat dengan seadanya seperti penduduk desa.
Menjelang tengah malam, kami melepas penat sebentar dengan
bernyanyi-nyanyi lagu rohani dengan menggunakan gitar milik GP Immanuel
Balikpapan yang sejak dari GPIB Immanuel Balikpapan dibawa untuk dimainkan
selama ABSP berlangsung hingga Sabtu depannya, tentunya di bawah tanggung jawab
peserta ABSP, termasuk saya. Di tengah-tengah kesenangan itu, saya mencetuskan
ide bersama teman-teman GP untuk mencoba latihan satu-dua lagu untuk dibawakan
saat mengisi puji-pujian di ibadah Minggu yang direncanakan dilaksanakan di
tempat ini juga, di tenda satu, esok pagi.
Setelah puas melepas penat dan latihan menyanyi,
bintang-bintang malam yang sangat terang
di langit Borneo itu menghantar saya dan teman-teman GP untuk istirahat malam
menyambut esok hari sambil menyiapkan tenaga untuk memulai bakti sosial di
lahan Gaharu ini.
Minggu,
3 Februari 2013
Kegiatan pagi dimulai dengan ibadah
Minggu dalam bentuk ibadah padang yang dilakukan di tenda satu, pkl. 08.00
wita. Ibadah dipimpin oleh KMJ GPIB Immanuel Samarinda Pdt. Abraham Supriyono,
dan ibadah menggunakan Tata Ibadah Minggu HUT Pelkat PT ke-30, yang berulang
tahun tgl. 30 Januari 2013. Firman diambil dari Yohanes 1: 1-9, yang inti dari
isinya adalah bahwa setiap manusia, khususnya pemuda-pemudi Kristen selalu
menyebarkan kisah terang buat orang lain dengan berpegang pada Firman Allah.
Tanpa Firman, manusia tidak akan mampu menjadi alat terang Allah untuk orang
lain. Pesan HUT Pelkat PT 2013 dibacakan oleh perwakilan Dewan GP, Bung Rino.
Dan lagu Mars PT dinyanyikan oleh seluruh yang ada di ibadah ini. Dalam ibadah
ini, saya dan beberapa teman GP akhirnya tampil mengisi pujian di bawah nama
grup vokal Pohon Karet (karena lokasi tenda satu tempat ibadah ini berada
persis di bawah pohon karet) dengan membawakan dua pujian berjudul “Lingkupiku”
dan “Kaulah Harapan”.
Kelar ibadah, kami pun bersiap-siap
memulai kerja bakti ke lahan Gaharu. Sebelumnya, ada briefing singkat dari panitia mengenai bagaimana memulai kerja
bakti, apa saja yang perlu dipersiapkan, dan pembagian kelompok supaya tidak
tumpang tindih saat bekerja. Peralatan seperti sarung tangan, parang, pacul dan
cangkul sudah disiapkan panitia. Peserta tinggal menambahkan perlengkapan
sendiri seperti kacamata hitam untuk menahan silau matahari, masker untuk
menghindari debu, sepatu boots untuk menahan ranting-ranting berduri, dan tentunya pakaian
kerja bakti. Menjelang siang kami langsung berangkat jalan kaki menuju lokasi
lahan Gaharu. Suasana lahannya berbukit membentuk bundaran besar mengelilingi
tanah dan bekas pepohonan yang sebelumnya sudah dibakar habis akibat pembebasan
lahan dari milik warga setempat menjadi milik jemaat GPIB setempat. Di
tengah-tengah bukit berbentuk bundaran besar itu, ada rawa-rawa. Seluruh lahan
Gaharu ini luasnya kurang lebih 4,5 hektar. Pembagian kelompok tadi ada
berjumlah 10 kelompok, saya di kelompok 9. Tugas kami adalah 10 kelompok ini
mengelilingi bukit besar ini dan membuang sisa-sisa ranting, kayu dan batang
pohon yang terbakar habis sekaligus membersihkan lahan tersebut. Cuaca hari itu
sangat panas. Matahari tak henti-henti menyirami kami dengan sinar dan hawa
panasnya. Bakal menghitam kulit ini. Setelah 20 menit kami membersihkan lahan
tersebut, kami lalu kembali ke dapur terbuka untuk istirahat sejenak lalu makan
siang. Kelar makan siang, ada penjelasan singkat mengenai penanaman bibit pertama
di lahan Gaharu ini, yaitu tanaman Gambir. Setelah semua jelas kami pun melaksanakan
penanaman Gambir ini, masih dibawah terik panas matahari. Menjelang sore, kami
akhiri kegiatan ini dengan beristirahat, sambil menyimpan tenaga untuk
melanjutkan penanaman esok harinya. Kami pun mandi lalu makan malam sambil
mendengar briefing singkat untuk
kelanjutan penanaman esok harinya oleh panitia.
Menjelang malam, beberapa rekan GP perwakilan GPIB mupel Babel (Bangka
Belitung) baru datang dan bergabung bersama kami. Sempat juga ada acara lomba
menari dan bernyanyi untuk melepas penat setelah hampir seharian bekerja di
lahan Gaharu, sambil kembali mengakrabkan diri satu dengan yang lain. Puas
bersenang-senang, kami pun kembali ke tenda masing-masing untuk istirahat
malam.
Senin, 4
Februari 2013
Subuh hari ditandai dengan hujan
yang cukup besar. Menjelang berkegiatan hujan perlahan mulai berhenti. Kegiatan
kali ini merupakan lanjutan dari kegiatan kemarin harinya, namun ada penanaman
bibit baru. Selain melanjutkan penanaman bibit Gambir yang tersisa, diselingi
juga penanaman bibit Gaharu. Sebelum beraksi, setelah sarapan, briefing singkat mengenai asal-usul
tanaman Gaharu ini beserta cara penanamannya dijelaskan oleh ahli botani Prof.
Fred Rumawas dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, sekaligu anggota jemaat
GPIB Zebaoth, Bogor. Kelar mendapat pengetahuan baru, kami langsung menuju bukit untuk
melanjutkan penanaman bibit Gambir dan penanaman tanaman baru bibit Gaharu. Cuaca
kali ini agak sedikit berbeda dengan kemarin. Masih tetap panas, hanya saja
diselingi dengan angin sepoi-sepoi dan beberapa saat kemudian hujan berawan
cenderung sedikit mendung. Mungkin karena efek hujan besar subuh sebelumnya.
Kami lalu bekerja menanam
bibit-bibit Gambir dan Gaharu sesuai arahan dari dari Prof. Fred. Lokasi yang
sudah kami bersihkan di hari sebelumnya, kami tanami bibit-bibit yang aslinya
berkualitas ini. Dengan cuaca panas berangin, dengan semangat bekerja sama
menanam bibit-bibit unggul ini, tak terasa pekerjaan kami berlalu hampir tiga
jam. Setelah dirasa cukup, kami lalu berfoto bersama dengan hasil kerja bakti
penanaman bibit-bibit ini.
Penanaman bibit Gambir dan bibit
Gaharu selesai sudah, dengan rincian penanaman 1000 bibit Gambir dan 600 bibit
Gaharu (100 bibit disemai, 300 bibit telah ditanam, 200 bibit siap tanam). Pada akhirnya kegiatan bakti
sosial penanaman bibit-bibit unggul di lahan Gaharu usai sudah untuk hari ini.
Sambil beristirahat makan siang, ada sedikit sambutan oleh Pdt. (Emeritus)
Cornelis Wairata (sekarang melayani di UP2M GPIB) perihal ucapan terima kasih kepada
kami peserta ABSP yang dua hari ini telah membantu penanaman bibit-bibit unggul
di lahan Gaharu ini, juga perihal rencana ke depan lahan Gaharu. Usai
penyambutan, kami bergegas mandi untuk packing
barang, berangkat pindah lokasi ke pos pelkes kedua di Pos Pelkes GPIB “Pelita
Kasih”, Sangatta. Sebelum berangkat kami tentu berfoto bersama sebagai
kenang-kenangan terindah selama ber-ABSP. Dan perjalanan pun dimulai kurang
lebih tiga jam dari Perangat ke Sangatta.
Tak terasa sampailah kami di Pos
Pelkes GPIB “Pelita Kasih” di Sangatta. Kami disambut cukup antusias oleh sebagian
anggota Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) setempat bersama PJ Pdt. Lolita
Usmany (yang melayani di Pos Pelkes GPIB “Pancaran Kasih” Bengalon), beberapa rekan GP, beberapa anak
kecil dari PA dan PT, sebagian ibu-ibu PKP dan sebagian bapak-bapak PKB, semua
dari tuan rumah. Hampir semua pelkat yang ada di GPIB Pelita Kasih Sangatta ini
menyambut kami semua, luar biasa. Mungkin hanya pelkat PKLU yang tidak
kelihatan. Kami juga disambut dengan santapan malam yang sudah disediakan.
Setelah tiba kami lalu dikumpulkan
di satu ruangan yang nantinya kami pakai untuk kami tiduri. Setelah itu, ada
sambutan selamat datang dari KMJ setempat Pdt. Nicodemus Boenga. Sambutan yang
cukup meriah, sembari memperkenalkan beberapa pengurus PHMJ, GP, PKP, PKB dan
jemaat setempat. Lepas dari sambutan meriah Pdt. Nico, kami lalu makan malam
bersama, berfoto bersama, dan melanjutkan istirahat malam untuk menyambut
kegiatan di pos pelkes kedua esok harinya.
Selasa, 5
Februari 2013
Jam 9 pagi saya beserta rombongan
ABSP memulai perjalanan menunju pos pelkes milik GPIB Pelita Kasih di Sangatta,
yaitu Pos Pelkes GPIB “Getsemani” di Desa Tepian Indah (dulu bernama Tepian
Langsat), Bengalon. Sebelumnya kami berfoto bersama KMJ, PHMJ dan GP GPIB
Pelita Kasih di halaman gereja.
Di tengah perjalanan menuju Desa
Tepian Indah, kami sempat mampir di pusat pertambangan batubara Kalimantan milik
PT Kaltim Prima Coal (KPC) PIT J (salah satu anak perusahaan PT Bumi Resources
[Tbk.]). Area batubara ini mendapat sedikit penjelasan dari Bpk. Sinrang G.
Naiola, salah satu staf sekaligus kepala keamanan PT KPC PIT J ini. Dan salah
satu kantor cabangnya ada di samping gereja GPIB Getsemani di Tepian Indah,
Bengalon yang nantinya kami datangi. Setelah mendapat ilmu baru tentang
batubara Kalimantan ini, kami pun berfoto bersama dengan latar suasana
pertambangan yang begitu luas. Dan kami pun melanjutkan perjalanan menuju
Bengalon.
Perjalanan ditempuh dalam waktu tiga
jam lamanya. Pkl. 12.45 wita kami akhirnya tiba di Pos Pelkes GPIB Getsemani,
Desa Tepian Indah, KM. 106, Kec. Bengalon, Kab. Kutai Timur. Kami disambut
dengan sangat antusias oleh beberapa penduduk setempat yang juga jemaat
Getsemani sekaligus pengurus dan anggota PKB dan PKP setempat bersama anak-anak
mereka yang juga bagian dari PT Getsemani. Setelah bertemu dan berkenalan
dengan mereka, ternyata mereka bukan asli orang Dayak, melainkan dari Alor,
Nusa Tenggara Timur yang transmigrasi ke Bengalon, Kalimantan Timur. Cukup
menarik orang Timur ada di tanah Borneo, sesuatu yang menyenangkan hati bisa
berkenalan dan bercengkerama dengan mereka. Ternyata salah dua dari seluruh
peserta ABSP ini ada yang dari Alor juga. Mereka dari GPIB yang ada di
Makassar. Cukup dekat Makassar dengan Pulau Alor.
Lalu kami mulai makan siang,
dilanjutkan istirahat sejenak melepas lelah karena perjalanan jauh, di ruang
gereja yang memang sudah dipersiapkan untuk berkumpul para peserta ABSP. Sore
menjelang malam, kami duduk bersama di ruang gereja untuk mendengarkan sambutan
dari Pdt. Lolita Usmany. Lepas dari sambutan kak Lita, sapaan akrab Pdt. Lolita
U., sambil menunggu makan malam kami mendendangkan beberapa buah lagu rohani
yang biasa dimainkan di ibadah Sekolah Minggu, juga dari Kidung Ceria (KC).
Setelah siap, kami berdoa bersama untuk santapan yang tersedia, lalu makan
bersama di tenda khusus untuk tempat makan (persis di samping tenda tidur untuk
peserta laki-laki). Ya, ketika kami tiba di pos pelkes ini, empat tenda milik
TNI sudah berdiri rapih di samping kiri halaman gereja, walaupun tanahnya masih
becek berlumpur akibat bekas hujan. Jadi, sejak menginap di pos pelkes ini, ke
mana pun kami jalan kami harus hati-hati melangkah di tanah basah ini. Empat
tenda itu terdiri dari dua tenda laki-laki, satu tenda untuk peserta perempuan,
dan satu tenda ruang makan. Tempat mandi pun langsung dibuat dua berdiri di
samping kanan ruang gereja, untuk laki-laki dan untuk perempuan. Ditambah satu
toilet yang memang sudah ada di gereja ini terletak di belakang gereja.
Kelar makan malam, kami berkumpul
lagi di ruang gereja untuk selanjutnya bermain game. Game yang biasa
dilakukan oleh anak-anak Sekolah Minggu, untuk menambah keceriaan para peserta
ABSP yang masih dirundung lelah karena perjalanan jauh. Setelah puas, Bung
Oweth dan Bang Rino mengadakan sesi refleksi tanya-jawab perihal kegiatan ABSP
ini kepada para peserta. Duo punggawa Dewan GP ini mengajak saya dan
teman-teman GP memberikan uneg-uneg, masukan, kritikan dan pertanyaan serta
saling sharing seputar kegiatan ABSP
ini setelah sampai pada hari ke empat kegiatan, walaupun masih ada empat hari
lagi kegiatan ini selesai. Memang selama empat hari ini saya bersama peserta
ABSP lainnya sudah cukup mendapatkan pengalaman berharga selama bekerja bakti
di pos pelkes tertentu, makanya ada beberapa juga yang memberikan uneg-uneg dan
masukannya, termasuk saya yang mencoba bertanya-jawab perihal kegiatan ini
sambil sharing. Dilanjutkan dengan
tambahan masukan dari Mas Kasto, panggilan sehari-hari Pak Yohanes Kasto. Tak
ketinggalan sharing tentang jiwa
pelayanan para pengurus dan anggota GP oleh kak Okta Rumpak melalui teori
Motivator yang dimilikinya. Teori Motivator yang saya pelajari dari kak Okta
adalah bagaimana pemuda Kristen perlu dan terus memanfaatkan jiwa pelayanan
yang Tuhan berikan dengan gigih melaksanakan amanat Tuhan lewat pelayanan
bergereja dan bermasyarakat, tanpa takut menghadapi panas, hujan, badai, apapun
yang banyak rintangan menghadang, apalagi kalau diberi tugas dan tanggung jawab
sebagai pengurus organisasi kepelayanan di gereja. Dengan mampu memotivasi diri
sendiri untuk melayani, maka ia juga bisa memotivasi orang lain untuk bekerja
sama memberikan pelayanan yang terbaik buat Tuhan. Itulah yang saya tangkap
dari teori tersebut.
Selesai refleksi dan tanya-jawab
soal ABSP, ada briefing dari panitia
untuk kegiatan esok harinya. Setelah itu doa tidur bersama, dan kami semua
istirahat untuk kegiatan esok hari.
Rabu, 6
Februari 2013
Sarapan bersama menandai kegiatan
pagi hari ini. Setelah briefing
singkat, kami mulai bekerja.
Seperti biasa, peralatan kerja bakti
tetap disiapkan panitia seperti sarung tangan, parang, pacul dan cangkul. Kacamata hitam untuk menahan silau
matahari, masker untuk menghindari debu, sepatu boots untuk menahan ranting-ranting
berduri, dan tentunya pakaian kerja bakti, sudah dipersiapkan oleh
saya dan teman-teman ABSP. Pekerjaan yang dilakukan adalah menanam puluhan
tanaman sawit di lahan sawit yang jaraknya cukup jauh dari gereja Getsemani
dengan 15 menit berjalan kaki (kira-kira 1,5 km jaraknya). Pekerjaan menanam
sawit jadi sesuatu yang menyenangkan di tengah kelelahan kami mengangkat
puluhan tanaman sawit, menggali lubang, dan menanamnya kembali. Apalagi dibantu
oleh sebagian kecil bapak-bapak PKB jemaat Getsemani yang memang bekerja di
ladang sawit ini. Cuaca matahari menemani kami berpanas-panasan di lahan yang
luasnya 13 hektar ini, lebih luas dari luas lahan Gaharu (kurang lebih 4,5
hektar). Lahannya dipenuhi rerumputan, ranting-ranting patah, beberapa pohon
yang ditebang, yang sebagian kecil hangus terbakar. Desa Tepian Indah ini
memang dikenal dengan lahan sawitnya yang luas dan banyak. Tak heran dengan
memanfaatkan lahan sawit ini sebagai mata pencaharian penduduk setempat, hasil
produksi sawit yang dibawa ke daerah-daerah dan diekspor ke luar kota/negeri
ini bisa untuk membangun beberapa sekolah dasar untuk anak-anak kurang mampu,
yang memang sudah dalam tahap berkembang pendidikannya.
Dari jam setengah sembilan pagi
wita, pekerjaan berlangsung selama hampir enam jam. Jam dua siang wita kami selesai
untuk sementara. Beristirahat untuk makan siang, kerja bakti ini dilanjutkan
besok pagi.
Namun, setelah acara makan siang, tiba-tiba berita duka
menghampiri kami semua. Ibunda salah satu pengurus GP GPIB Pelita Kasih,
Sangatta, Sdri. Christien Pailaha, baru saja dipanggil Tuhan di Manado pagi
harinya. Kami terkejut. Christien yang juga sedang bersama-sama dengan kami di
pos pelkes Getsemani ini tak kuasa menahan kesedihan yang mendalam. Bahkan
peserta perempuan pun banyak yang meneteskan air mata. Untuk itu, kami semua
berkumpul di halaman gereja untuk menyatakan rasa belasungkawa yang
sedalam-dalamnya, sambil menyanyikan Kidung Jemaat (KJ) 410 “Tenanglah Kini
Hatiku” dan KJ 388 “S’lamat di Tangan Yesus” mengiringi perjalanan pulang
Christien ke Manado. Kami semua sempat mengumpulkan kolekan untuk dibawa oleh Christien. Dana yang terkumpul berjumlah
Rp. 2. 037.000. Semoga bisa digunakan sebagaimana mestinya. Doa kami untuk
perjalanan Christien dan untuk keluarga Christien yang ditinggal oleh
ibundanya.
Setelah Christien pergi dan keadaan kembali tenang, menjelang
malam, tepatnya jam tujuh malam wita, ada ibadah keluarga yang biasa diadakan
oleh gereja ini tiap Rabu malam. Tak lupa di ibadah ini saya dan beberapa teman
GP turut mengisi pujian. Ternyata banyak juga yang ingin mengisi pujian selain
grup saya. Tercatat ada lima grup vokal yang mengisi pujian di ibadah ini.
Bahkan ada 2-3 teman GP yang sampai dua kali mengisi pujian dengan grup vokal
yang berbeda, termasuk saya. Di ibadah ini saya mengisi pujian bersama dua grup
vokal dadakan berbeda (karena baru dibentuk beberapa jam sebelumnya dan baru
latihan lagu-lagunya), masing-masing satu lagu pujian. Yang pertama “Cinta
Sejati” dan yang lainnya “Arbab”. Ibadah dipimpin oleh Pdt. R. Marbun. Ketika
ibadah, saya baru tahu ternyata setiap ibadah Minggu, ibadah keluarga, dan
ibadah pelkat, gereja ini tidak menggunakan bangku untuk jemaat. Hanya
beralaskan tikar atau terpal untuk duduk bersila. Benar-benar suasana pedesaan
yang mengharukan. Bagaimana pun mereka duduk tanpa bangku atau kursi, antusias
untuk mengikuti ibadah di pos pelkes ini tetap terjaga, karena memang bukan
bangku yang dicari, tapi Tuhan Allah sendiri.
Yohanes 1: 43-51 melingkupi ibadah ini,
yang isinya berintikan keseimbangan antara niat dan usaha dalam melakukan
sesuatu yang positif, di mana manusia harus bergerak mengikuti niatnya agar ada
keseimbangan hidup. Niat tanpa usaha sama dengan nol. Usaha tanpa niat sama
dengan sia-sia belaka. Tak ada niat dan usaha, hidup terasa hampa. Dengan niat
diimbangi usaha, apapun akan berhasil. Begitulah pemimpin muda Kristiani
bersikap dalam menjalankan pelayanannya di keluarga, gereja dan masyarakat,
juga di pendidikan dan pekerjaannya. Itu yang saya pelajari dari Firman untuk
khotbah ini. Setelah ibadah selesai, ada bingkisan menarik dari Dewan PT yang
dikirim langsung dari Jakarta ke Tepian Indah ini, khusus diberikan kepada
anak-anak kecil atau anak-anak layan PT pos pelkes gereja Getsemani ini, yang
ikut ibadah rumah tangga atau ibadah keluarga ini. Bingkisan diberikan oleh
Bung Oweth dari Dewan GP kepada salah satu pengurus atau pelayan PT sebagai
hadiah bagi anak-anak kecil yang hidup di pedalaman, berada di bawah garis
kemiskinan, kurang mendapat pendidikan, tapi ada hati untuk mau bersekolah
Minggu di gereja, mau melayani Tuhan hingga tua nanti. Sangat mengharukan.
Bingkisan berupa seperangkat alat tulis untuk membantu mereka menyelesaikan
pendidikan hingga mencapai cita-cita yang sudah mereka gantung di langit Borneo
ini.
Tak disangka dua peserta ABSP
perwakilan GP dari GPIB Marga Mulya Yogyakarta turut juga memberi sesuatu yang
berharga buat anak-anak kecil ini, terlebih buat gereja Getsemani ini. Tak
kalah menarik, hadiah berupa miniatur Candi Prambanan khas Yogya untuk dipajang
di ruang ibadah, sebagai kenang-kenangan persaudaraan sesama GPIB beda pulau.
Hadiah diberikan langsung oleh rekan GP perwakilan GPIB Marga Mulya Yogya
kepada kak Lita (Pdt. Lolita Usmany). Setelah semua itu, tentu saja sesi
berfoto bersama anak-anak kecil tidak terlewatkan.
Setelah itu ada acara makan malam
bersama. Kembali kami berkumpul di tenda makan untuk makan malam bersama. Kelar
makan malam, kami berkumpul lagi di ruang ibadah untuk mengikuti sesi hiburan.
Kami kembali mendendangkan lagu pujian, lengkap dengan gerak tari. Sangat
menghibur. Ada juga games menarik
untuk dimainkan bersama-sama. Semua ini dilakukan semata untuk memperkuat
keakraban sesama peserta ABSP.
Juga ada yang berulang tahun pada hari itu juga. Christoffer
Wantania, akrab disapa Toji, dari GPIB Trinitas Cibubur, dan Johanes Dwi Cahya,
biasa dipanggil Joni, dari GPIB Immanuel Malang, sama berulang tahun ke-21 hari
Rabu 6 Februari 2013 ini. Lilin dan sejumlah roti dalam satu wadah kecil
menjadi penanda bahwa saya dan teman-teman GP mengucapkan selamat ulang tahun
kepada dua teman kami ini.
Kelar sesi hiburan, hujan mulai
turun di daerah Tepian Indah. Di tengah hujan, di dalam ruang gereja, ada
pengumuman dari Bung Oweth tentang rencana dibentuknya Gerakan Pemuda GPIB
pecinta alam. Maka setelah sekilas briefing
untuk esok hari dari panitia, sesaat setelah hujan reda, beberapa dari kami
yang sudah mendaftar untuk ikut GP GPIB pecinta alam, termasuk saya, tetap stay di ruang gereja, sementara yang
lain kembali ke tenda untuk istirahat. Kami berkumpul lagi untuk membahas
rencana ke depan pengadaan GP GPIB pecinta alam ini, termasuk pemberian nama
dan tujuan adanya gerakan ini. Namun, karena proses berjalan cukup panjang
hingga larut malam, maka untuk sementara naman yang digunakan adalah Gepala
atau Gerpala, singkatan dari Gerakan Pemuda Pecinta Alam. Kelanjutan pembahasan
dan pembentukan gerakan ini akan coba dilanjutkan esok hari atau waktu lain
yang belum ditentukan. Maka kami menutup malam ini dengan istirahat untuk
persiapan esok hari.
Kamis, 7
Februari 2013
Hari terakhir penanaman pohon sawit.
Diawali dengan sarapan pagi, langsung berangkat jalan kaki menuju lahan sawit
yang sama di hari sebelumnya. Selain menanam sisa tanaman sawit yang belum
sempat di tanam di hari sebelumnya, ada juga kegiatan berupa pembersihan lahan
yang tertutup rumput tinggi dan ranting-ranting berduri yang berserakan, masih
tetap dibantu bapak-bapak PKB jemaat Getsemani, masih dengan siraman cuaca
matahari yang kali ini agak bersahabat, tidak terlalu panas dan sedikit
berangin.
Setelah kurang lebih tiga jam kami
bekerja, kerja bakti kami di lahan Sawit usai sudah, dengan rincian 266 bibit
Sawit untuk 2 hektar lahan dan 11 hektar lahan siap ditanami.
Setelah semua selesai, sekaligus
menandai berakhirnya kegiatan bakti sosial di dua lahan pos pelkes tersebut.
Kami pun bersukacita karena tanpa terasa enam hari lamanya kami sudah melalui
kerja bakti di dua lahan (Gaharu dan Sawit) yang jaraknya jauh sekali satu sama
lain. Itu tandanya ABSP di Samarinda sudah selesai, tinggal kegiatan penutup
sekaligus perpisahan yang sudah direncanakan sebelumnya. Kami pun merayakannya
dengan berfoto bersama. Setelah itu, sebelum kembali ke gereja Getsemani,
beberapa dari kami termasuk panitia mampir dulu di air terjun kecil di samping
belakang lahan sawit. Senang-senang bermain air pun kesampaian juga. Kurang
lebih setengah jam bermain di air terjun tersebut, kami lalu kembali ke gereja
Getsemani sambil berfoto-foto di jalan. Setelah istirahat sejenak, kami lalu
mandi. Mandi di siang hari. Karena menurut jadwal, sore menjelang maghrib kami
harus packing untuk kembali lagi ke
GPIB Pelita Kasih. Kelar mandi, makan siang, lalu berkumpul di ruang gereja
karena kak Lita ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada kami
peserta ABSP yang sudah berjerih lelah membantu bakti sosial di lahan sawit
Tepian Indah, juga kepada Dewan GP, panitia, dan beberapa pendeta serta
sebagian penatua/diaken yang turut serta membantu bakti sosial. Setelah itu, sesi
foto bersama di depan gereja pun tak terelakkan. Biar menarik, foto bersama
kami dibagi per mupel. Saya dan rekan GP saya dari satu mupel, mupel Banten,
bernama Aldo “Ucok” Siahaan (GPIB Filadelfia Bintaro) pun ikut serta. Kami
berdua mewakili mupel Banten berdiri di depan gereja membentangkan spanduk ABSP
2013 Samarinda. Rekan-rekan GP dari kota Makassar (mupel Sulsel-Bara) adalah
mupel yang terbanyak pemudanya yang ikut ABSP kali ini. Ada juga foto bersama
alumni ABSP 2012 Bangka. Di saat bersamaan, tugu kecil ABSP yang memang biasa
dibuat setiap ada kegiatan ABSP tiap tahunnya, sudah selesai dibangun. Tak lupa
saya pun menyempatkan diri berfoto bersama tugu kecil berdasar keramik hitam,
bergambar logo GPIB dan logo Pelkat GP,
lambang ABSP berupa burung yang sedang terbang mengepakkan sayapnya
sambil menahan dedaunan di paruhnya, dan bertuliskan“Aksi Bakti Sosial dan
Pemberdayaan, Gerakan Pemuda GPIB, Desa Tepian Indah KM. 106 Sangatta,
Kalimantan Timur 2 – 9 Februari 2013”. Semua diukir dengan tinta emas dan
keramik itu ditempatkan di badan burung yang dibuat dari semen dan posenya
mirip burung lambang ABSP. Dan tugu ini berdiri indah di depan halaman gereja,
persis bagian kanan dalam jalan masuk ke halaman gereja. Tugu kenang-kenangan
bahwa di tempat tersebut Pelkat GP antar GPIB pernah melayani masyarakat lewat
ABSP ini. Saya pun tak kalah bangga menjadi bagian dari sejarah ABSP tersebut.
Dan kawan-kawan GP lain pun tak mau kalah berfoto bersama tugu bersejarah
tersebut.
Saat itu juga bus-bus dan beberapa
mobil pribadi dan sebagian mobil bak patroli sudah datang siap mengangkut kami
semua kembali ke GPIB Pelita Kasih di Sangatta. Tak lupa kami semua bersyukur
dan berterima kasih kepada penduduk yang juga jemaat beserta pengurus Pos
Pelkes GPIB Getsemani atas kesediaanya menampung kami selama berkegiatan dua
setengah hari, plus hidangan makan pagi, siang dan malam, yang selalu disiapkan
tuan rumah. Rasa haru menyelimuti kami semua. Kami pun berjejer
bersalam-salaman bersama mereka, berharap suatu saat akan bertemu dan kembali
lagi ke desa penuh damai itu. Selama perjalanan, berbagai nyanyian
senang-senang pun seolah menghantar kami beristirahat di dalam bus. Dan memang
tak terasa perjalanan tiga jam itu akhirnya berakhir setelah kami tiba di
Sangatta di GPIB Pelita Kasih. Dan di ruang yang waktu kami tempati untuk
berkumpul dan tidur Senin sebelumnya, kembali kami pakai dan langsung tidur
untuk menyambut hari esok.
Jumat, 8
Februari 2013
Kegiatan hari Jumat ini 100% full of refreshing. Kami dijadwalkan
jalan-jalan ke Pantai Teluk Lombok, salah satu obyek wisata yang ada di
Sangatta. Pantai ini terletak di sebelah Pantai Teluk Perancis. Masih satu
garis pantai. Pantai ini cukup terkenal di daerah Sangatta dan sekitarnya. Tak
heran banyak juga penduduk kota Samarinda bahkan Balikpapan rela datang
jauh-jauh sekedar menikmati keindahan pantai ini. Perjalanan dari gereja Pelita
Kasih ke pantai ini hanya memakan waktu 20 menit dengan perjalanan bus. Kami
pun menghabiskan waktu di pantai ini dengan bernyanyi riang, bercanda bersama,
makan masakan padang, minum es kelapa muda, berenang ke sana-ke mari, dan
hebatnya ada permainan Banana Boat juga. Saya pun ikut-ikutan bermain permainan
ini. Terkadang bergantian duduk di Speed Boat untuk mengambil gambar atau foto
teman-teman GP yang naik Banana Boat di belakang Speed Boat. Terasa sangat
menyenangkan. Tak lupa juga musik reggae
khas anak pantai saya mainkan bersama teman-teman GP. Cuaca kali ini sangat
bersahabat. Tiada hujan, panas berangin pun jadi. Kesenangan yang dimulai pkl.
10.00 wita pun tak terasa berakhir pkl. 16.30 wita, karena menurut jadwal kami
akan ikut ibadah penutup ABSP di gereja Pelita Kasih.
Setelah cukup puas bermain di pantai, dan kembali ke gereja,
alih-alih langsung mandi, saya dan beberapa teman GP ingin berolahraga. Di sore
hari itu, terlihat anak-anak kecil yang mungkin dari anak layan PA dan PT
sedang bermain bola plastik di halaman depan gereja Getsemani. Tak ayal, hati
pun ikut tergerak bermain bola bersama mereka. Lumayan berolahraga di tanah
Borneo tak ada salahnya. Dengan mengajak beberapa teman GP, kami bermain
bersama. Menyenangkan melihat anak-anak kecil ini begitu antusias bermain
bersama kami. Mereka seolah membawa saya kembali ke masa lalu ketika saya masih
kecil, bermain bola di mana pun saya pergi bermain. Menghabiskan masa kecil
yang begitu indah untuk dikenang. Puas bermain bersama mereka, saya pun
bergegas mandi. Ibadah penutup ABSP segera dimulai. Saya mencoba kesempatan
mandi di rumah salah satu jemaat. Kebetulan air di kamar mandi gereja belum
saatnya berfungsi. Banyak juga teman GP yang antre mandi di dua rumah jemaat.
Benar-benar seperti kegiatan live in
ala anak sekolah. Kelar mandi, ganti baju rapih buat beribadah, menuju ruang
pertemuan tempat kami kumpul, lalu panitia membuka kesempatan kepada kami para
peserta untuk mengisi puji-pujian di ibadah keluarga ini. Saya pun tak
ketinggalan ikut mengisi pujian bersama teman-teman GP lainnya. Ternyata banyak
juga yang ingin mengisi pujian. Luar biasa. Memang inilah GP GPIB yang selalu
menunaikan puji-pujian bagi Tuhan, di mana pun berada.
Jam tujuh malam wita, ibadah dimulai. Di ibadah ini saya
mengisi pujian sebanyak dua kali dengan dua grup vokal berbeda (persis seperti
ibadah keluarga di Pos Pelkes GPIB Getsemani Tepian Indah, hari Rabu
sebelumnya). Yang satu membawakan lagu “Ai Ho Do Tuhan” (“Kaulah Harapan” versi
Bahasa Batak), satu lagi membawakan kembali lagu “Arbab” yang sempat saya dan
beberapa teman GP bawakan di ibadah keluarga Pos Pelkes GPIB Getsemani Tepian
Indah, dua hari sebelumnya. Pada ibadah penutup ABSP ini, Pdt. Nicodemus Boenga
memimpin ibadah ini dengan Firman untuk bahan refleksi dari Yohanes 2: 13-25,
yang inti dari isinya adalah selalu menghormati tempat di mana kamu berdoa pada
BapaMu. Di Gereja, di rumah, di sekolah, di kampus, di kantor, di mana pun
berada, kalau mengucap syukur sambil berdoa, maka di mana pun berada akan
selalu dilindunginya. Jangan sesekali menganggap remeh rumah ibadah, sekalipun
bentuknya kecil sekali. Selalu ada yang suci di antara yang kotor lainnya. Maka
jangan merusak yang suci itu, kalau tidak mau tidak disucikan oleh Bapa di
Surga.
Setelah ibadah, menjelang makan malam, hujan tiba-tiba
mengguyur dengan derasnya, cukup lama. Sempat mati lampu juga. Untungnya ibadah
sudah selesai, tinggal menunggu waktunya makan malam bersama. Dan saat semua
sudah mulai makan bersama, hujan mulai berhenti dan lampu menyala kembali.
Makan malam kala itu tak ubahnya seperti makan di sebuah acara pernikahan,
diiringi musik dari keyboard gereja.
Suasana yang tak luput dari foto-foto bersama itu.
Kelar makan, ada permainan khas ABSP, yaitu lomba
gombal-gembel, permainan membuat rayuan gombal gaya remaja sekarang yang
ditujukan kepada lawan jenisnya. Sangat seru bermain gombal-gembel ini. Saya
pun tak ketinggalan ikutan membuat rayuan gombal yang semakin mencairkan
suasana itu. Sangat menyenangkan. Seiring berjalannya waktu, tubuh tak bisa
berbohong. Butuh istirahat karena lelah juga seharian refreshing sambil berolahraga. Maka setelah selesai permainan
gombal-gembel, kami semua kembali ke ruang pertemuan untuk tidur. Ada juga beberapa
yang memilih tidur di ruang gereja. Saya pun memilih ikut tidur di ruang
gereja. Alasannya sederhana. Bisa charge
battere ponsel, charge battere
kamera, plus terhindar dari suara
ketawa-ketiwi teman-teman GP yang berada di ruang pertemuan yang belum bisa
tidur.
Sabtu, 9
Februari 2013
Hari terakhir ABSP selesai.
Kami semua akhirnya mengucapkan
salam perpisahan dengan tim panitia lokal dan jajaran PHMJ serta hampir semua
pengurus yang ada di GPIB Pelita Kasih Sangatta, lalu berfoto bersama, dan
balik kembali ke GPIB Immanuel Samarinda tempat awal meeting point. Perjalanan jauh ini jadi tak terasa karena riuh
rendah cerita-cerita yang terlontar dari kami masing-masing tentang seminggu
penuh ber-ABSP ria, juga selingan nyanyian-nyanyian kecil yang mungkin tak akan
terlupa oleh kami akan kebersamaan kami.
Tiba di Samarinda di gereja
Immanuel, sebagian dari peserta ABSP memilih tetap di gereja karena ada yang
langsung pulang ke pulau Sumatera, pulau Sulawesi, ada juga yang balik ke daerah
lain tapi tetap di Samarinda. Bahkan ada yang bermalam dulu 1-2 hari baru
pulang. Karena mengejar jadwal keberangkatan malam pesawat, saya memilih
langsung menuju Balikpapan bersama beberapa rekan ABSP yang nantinya ada yang
berangkat bersama saya, ada yang tinggal sementara di GPIB Immanuel Balikpapan.
Teman-teman ABSP lain yang stay di
Samarinda melepas kepergian kami dan berjanji untuk saling berhubungan lewat
sosial media, rasa haru kembali datang menghampiri. Bahkan hingga di perjalanan
ke Balikpapan pun seperti tak ada lagi cerita tersisa di ABSP ini. Masih setia
dalam canda tawa dalam satu bus. Sekali lagi, perjalanan menjadi tak terasa
ketika sudah sampai di depan gereja Immanuel Balikpapan, dengan latar belakang
Sungai Mahakam yang indah. Sebagian dari kami harus melepas diri karena turun
untuk sementara menetap di Balikpapan. Tangis dan tawa mewarnai perpisahan ini.
Kami pun sepakat jikalau Tuhan mengizinkan akan bertemu lagi suatu hari nanti.
Dan saya beserta rombongan sisa yang sudah pasti satu pesawat berangkat pulang
ke Jakarta, langsung berangkat menuju Bandara Sepinggan.
Suasana keakraban yang saya rasakan
begitu menyentuh hati ini. Selama seminggu berada di pulau Kalimantan, tepatnya
di Samarinda dan pedalaman hutan Kalimantan, banyak hal yang dapat saya lihat,
dengar dan rasakan. Saya seperti menemukan keluarga baru di ABSP ini.
Walaupun kami berpisah jauh antar
pulau, itu tak akan mengurangi semangat kami melayani Tuhan. Saya percaya,
Tuhan yang akan menjawab kapan saya bisa bertemu lagi dengan teman-teman GP
yang sungguh luar biasa ini. Ibarat kata salah satu teman ABSP saya, kami ini
adalah Militan Squad, kelompok yang tak pernah lelah bekerja di ladangnya Tuhan
serta melayani sepenuh hati pelayanan di masyarakat melalui ABSP ini.
Pukul 20.00 wita, saya beserta
rombongan yang menuju ke Jakarta (orang-orangnya hampir sama persis seperti
waktu pergi dari Jakarta ke Balikpapan) berangkat menggunakan pesawat Lion Air.
Total kami pulang berdua belas orang, selain saya antara lain dari GPIB Bukit
Moria Jakarta, Menara Iman Jakarta, Kharis Jakarta, Paulus Jakarta, Cinere
Depok, Pancoran Rahmat Depok, dan Filadelfia Bintaro. Pkl. 21.00 wib
(perjalanan 1 jam 55 menit dengan perbedaan waktu Balikpapan dan Jakarta satu
jam lebih cepat Jakarta) kami semua tiba dengan selamat di Bandara
Soekarno-Hatta, dan berpisah saat itu juga satu dengan yang lain.
Di depan sudah menanti kegiatan GP yang mungkin bisa menjadi
ajang reuni keluarga ABSP. Sekarang saya harus melanjutkan pekerjaan yang
tertunda dan meng-aktif-kan lagi pelayanan di gereja yang sempat off selama seminggu karena pelayanan
ABSP di masyarakat.
Bersyukur dan berterima kasih atas penyertaan Tuhan saya bisa
diberi kesempatan melayani di masyarakat, selain di keluarga dan di gereja.
Ungkapan ini juga saya tujukan ke KMJ saya Pdt. Irdian Soelistyantoro beserta
PHMJ gereja saya atas kesediaan mengutus saya di ABSP kali ini, serta dukungan
penuh rekan-rekan anggota dan pengurus GP. Melalui tulisan ini juga saya
mewakili teman-teman GP peserta ABSP menyampaikan terima kasih kepada Kombes
Pol. Wilder Pattirane yang sudah menyediakan lahannya untuk kami bekerja bakti.
Big thanks for all my
friends of ABSP, our weekly works finally done.
Semoga pelayanan ini akan terus berlanjut.
Tuhan memberkati.
Jakarta, 11 Februari 2013
Jaya Simanjuntak
Pengurus Pelkat Gerakan Pemuda GPIB
Jemaat “KARUNIA” Ciputat
Banten